Selasa, 13 Agustus 2013

Tanah Para Ahli Syukur


Berapa kali kita memaki-maki saat jalan di trotoar dan masih diserempet motor?
Berapa kali kita mempersalahkan pemerintah ketika KRL ComLine kebanggan kita sekarang makin penuh sesak karena harga tiketnya sekarang sangat murah?
Berapa kali pula kita menghina pendidikan negara ketika menyaksikan berita tentang sekolah-sekolah pinggiran dan terpencil yang tidak terurus?

Tapi

Berapa kali kah kita berpikir, semua orang sedang berjuang juga?
Berapa kali kah kita mencoba untuk tidak protes dan mulai berpikir
Kalau kita adalah para penuntut hak sekaligus para penunda kewajiban?
Berapa kali kah kita malu jadi makhluk semacam ini?

Kalau jawabannya 'tidak sekalipun', mari kawan.
Aku juga dulu seperti itu. Sampai aku menyadari kalau negara bukan surga.
Negara adalah tugas yang harus kita kerjakan.
Ini negara kita kan?
Ini bukan cuma negaranya pemerintah kan?
Coba bayangkan yang membuat pelanggaran, apa kita juga selalu taat lalu lintas? Apa kita membantu mewujudkan ketertiban dan kenyamanan sesama yang direncanakan negara, sama dengan impian kita juga.
Coba bayangkan KRL yang semakin penuh karena harga tiket yang semakin murah, semua berdesakan dan keadaan tidak nyaman. Ya, keadaan memang belum berubah sampai negara punya cukup uang untuk menambah banyak armada KRL supaya kita tidak sesak lagi. Memang. Tapi negara juga butuh waktu untuk memperbaiki sistem. Mereka baru separuh jalan, baru berhasil menurunkan tarif, dan masih dimaki? Negara butuh perbaikan sistem. Kita juga butuh perbaikan moral.
Oh ya. Kasihan pada rakyat dan sekaligus marah pada pemerintah akan sekolah-sekolah tidak terurus? Pernahkah kita turun dan membantu mereka langsung? Sadarkah pembangunan bukan semurah membeli kacang?
Sadarkah kalau negara kita juga sedang berusaha? Dan kita sepatutnya bersyukur.
Buktikan,

Ini tanah para pejuang, bukan penuntut.

Ini tanah para ahli syukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar