Sabtu, 17 Agustus 2013

Sajak Untuk Kapten

Empat hari lalu,
Peringatan kepindahan ayah dari ibuku
Dari surga dunia
Ke surga nirwana.

Sembilan belas tahun dan empat hari lalu
Sosok yang membanggakan itu tertiup
Terbawa angin
Dan terus berputar di sekeliling.
Katanya, ia tak mau pergi.

Hari ini, semua tahu dia tidak disini
Yang tidak pergi hanya semangat
Hanya cintanya pada bangsa
Katanya, itu warisan terbaiknya
Untuk para bocah ini.

Hari ini nenekku menangis
Liputan pengibaran Sang Saka Merah Putih
Membuat hatinya terbuka
Dengan kerinduan kepada sang Kapten.
Hari ini nenekku menangis
Dan akan semakin keras tangisnya
Jika kita, bocah mereka,
Hanya terdiam ketika dwiwarna terhempas ke tanah.


*

Sajak ini didedikasikan untuk kakekku, Sri Wardono dan istrinya, Ietje. Orang tua dari ibuku. Pria yang memperjuangkan kemerdekaan dengan ilmu sekaligus tenaga, dibawah tekanan dan resiko yang tak terbayarkan. Pria yang keberaniannya belum bisa ditandingi oleh keturunannya yang manapun. Pria yang hatinya tulus dan percaya. Pria yang tegas namun penuh cinta, kapten keluarga yang sangat disiplin dan tegas namun asih. Pria yang mencintai negerinya sepenuh hati dan mewariskannya pada kami, berharap ada rasa nasionalisme yang sama dan tak pernah putus. Dan dibalik semua lelaki hebat, ada wanita yang sabar dan bijaksana, kan.

Makasih kakek, makasih nenek. Oh iya. Aku memanggil mereka eyang kakung dan eyang putri. Bukan karena prestasi dan posisi yang pernah kalian raih. Tapi sungguh karena kalian contoh perilaku dan pendidik keluarga yang luar biasa.

Terimakasih buat cintanya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar