Setelah kemarin gue nulis tulisan bertema arsitektur menurut pandangan gue yang masih newbie banget, sekarang gue akan menulis pandangan newbie gue lagi. Kali ini tentang detail.
Kalo menurut gue ya (menurut gue aja nih) 'detail arsitektonis' yang selama ini selalu disertakan dalam syarat kelengkapan tugas Studio Perancangan Arsitektur (we call it 'stupa') memang penting sih. Actually the way you impress your building users can be based on your way creating details. Bener kan? Seperti misalnya ornamen, atau ada sudut kecil di bangunan yang beda, mungkin dari teknik lighting, ornamentasi, bahan, customized furniture, atau apapun yang pernah terlintas di benak seorang desainer arsitektur.
Tapi gue lebih setuju lagi dengan detail yang berbasis 'feeling'. Apa bedanya sama yang tadi? Yang tadi itu berbasis visual, sangat arsitektur. Yang mau gue bahas adakah 'feeling' yang diletakkan oleh seorang arsitek, detail yang tidak menyerang dan mengimpresi visual users tapi dari sense yang lain yang mungkin secara visual tidak menarik. Buat disertakan dalam tugas? Mungkin penyampainnya bakal terasa nonsense karena lewat gambar saja kita tidak bisa mencium aroma atau mendengarkan suara. Tapi pada prakteknya, bisa berhasil. Dengan strategi yang pas tentunya.
Ngomong apa sih gue? Oke. Ini contohnya.
Gue punya tempat nongkrong favorit (apalagi kalo sendiri.hiks) karena tempat itu cool banget tapi entah kenapa sepi. Mungkin karena 'basis'nya perpustakaan ya. Nama tempatnya Freedom Institute (@freedominst atau @freedom_library ), letaknya di Wisma Proklamasi no.4, Cikini, Jakarta Pusat. Bisa googling sendiri ya gambarnya :p Basically biasa aja. Perpus kecil dengan gaya modern yang di mixed use sama kantor kecil 3 lantai di atasnya. Ohya ada cafe nya juga dengan gaya kompeni dan friday jazz tiap jumat di akhir bulan. Tapi yang bikin gue betah adalah taman yang ada pendopo dan kursi yang bisa goyang depan - belakang. Penting ga? Kedengerannya ga penting sih. Tapi coba kesana. Duduk di pendopo taman sambil melakukan hal yang lo suka. Tidur2an juga legal kok di taman ini. Rasain kalo arsitektur juga bukan cuma tentang bangunan. Rasain pesona arsitektur dalam detail ruang terbuka dan perasaan, actually arsitektur adalah kolaborasi antara seni dan teknologi, yang nikmatinnya pake perasaan. Ga heran kan lo mahasiswa arsitek jago ngegalau? Nah ini!
Kalo lo jeli, temukan satu keistimewaan berarsitektur di tempat inim Wind chimes! Penting? Bisa jadiiii! Wind chimes yang besar2 dan karena beda2 ukuran suaranya jadi beda ini akan ngebawa lo ke dalam feel yang benar benar beda. Bisa bikin berkhayal malah. Serius. Either pas lo di taman ato pas lo baru dateng. Karena wind chimes ini digantungin sepanjang selasar samping. Di batas enterance ruangan dan taman berkhayal itu.
Meskipun gue akuin secara visual detailnya oke dengan quotes2 yang ditulis gede2 di dinding dalem, furniturnya,lampunya, dan lukisan2 orang penting negara, tapi detail non visual ini juga penting dan sayangnya sepertinya sering kita lupakan. Padahal arsitektur itu bukan sekedar keindahan untuk dipandang, tapi juga kedamaian dan keramahan buat dirasa.
Kalo menurut gue ya (menurut gue aja nih) 'detail arsitektonis' yang selama ini selalu disertakan dalam syarat kelengkapan tugas Studio Perancangan Arsitektur (we call it 'stupa') memang penting sih. Actually the way you impress your building users can be based on your way creating details. Bener kan? Seperti misalnya ornamen, atau ada sudut kecil di bangunan yang beda, mungkin dari teknik lighting, ornamentasi, bahan, customized furniture, atau apapun yang pernah terlintas di benak seorang desainer arsitektur.
Tapi gue lebih setuju lagi dengan detail yang berbasis 'feeling'. Apa bedanya sama yang tadi? Yang tadi itu berbasis visual, sangat arsitektur. Yang mau gue bahas adakah 'feeling' yang diletakkan oleh seorang arsitek, detail yang tidak menyerang dan mengimpresi visual users tapi dari sense yang lain yang mungkin secara visual tidak menarik. Buat disertakan dalam tugas? Mungkin penyampainnya bakal terasa nonsense karena lewat gambar saja kita tidak bisa mencium aroma atau mendengarkan suara. Tapi pada prakteknya, bisa berhasil. Dengan strategi yang pas tentunya.
Ngomong apa sih gue? Oke. Ini contohnya.
Gue punya tempat nongkrong favorit (apalagi kalo sendiri.hiks) karena tempat itu cool banget tapi entah kenapa sepi. Mungkin karena 'basis'nya perpustakaan ya. Nama tempatnya Freedom Institute (@freedominst atau @freedom_library ), letaknya di Wisma Proklamasi no.4, Cikini, Jakarta Pusat. Bisa googling sendiri ya gambarnya :p Basically biasa aja. Perpus kecil dengan gaya modern yang di mixed use sama kantor kecil 3 lantai di atasnya. Ohya ada cafe nya juga dengan gaya kompeni dan friday jazz tiap jumat di akhir bulan. Tapi yang bikin gue betah adalah taman yang ada pendopo dan kursi yang bisa goyang depan - belakang. Penting ga? Kedengerannya ga penting sih. Tapi coba kesana. Duduk di pendopo taman sambil melakukan hal yang lo suka. Tidur2an juga legal kok di taman ini. Rasain kalo arsitektur juga bukan cuma tentang bangunan. Rasain pesona arsitektur dalam detail ruang terbuka dan perasaan, actually arsitektur adalah kolaborasi antara seni dan teknologi, yang nikmatinnya pake perasaan. Ga heran kan lo mahasiswa arsitek jago ngegalau? Nah ini!
Kalo lo jeli, temukan satu keistimewaan berarsitektur di tempat inim Wind chimes! Penting? Bisa jadiiii! Wind chimes yang besar2 dan karena beda2 ukuran suaranya jadi beda ini akan ngebawa lo ke dalam feel yang benar benar beda. Bisa bikin berkhayal malah. Serius. Either pas lo di taman ato pas lo baru dateng. Karena wind chimes ini digantungin sepanjang selasar samping. Di batas enterance ruangan dan taman berkhayal itu.
Meskipun gue akuin secara visual detailnya oke dengan quotes2 yang ditulis gede2 di dinding dalem, furniturnya,lampunya, dan lukisan2 orang penting negara, tapi detail non visual ini juga penting dan sayangnya sepertinya sering kita lupakan. Padahal arsitektur itu bukan sekedar keindahan untuk dipandang, tapi juga kedamaian dan keramahan buat dirasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar