Dalam ilmu ekonomi ada dua jenis penjaja, yang menjajakan barang dan yang menjajakan jasa. Disini gue lebih senang menyebutnya 'karya' daripada 'barang', lebih pantes kedengarannya.
Actually gue menulis ini karena semalam pas mau beli makanan buat sahur di benhil, gue lewat tukang martabak bangka langganan gue sama tante gue dulu. Itu martabak mau milih rasa apa juga enaaak banget, tapi engkong yang bikin itu kerjanya sungguh beneran lama.
Tapi karena enak, jadi gue dan om-tante gue sabar aja nunggu. Bahkan bisa kita tinggal ke pasar benhil dulu buat beli kebutuhan dapur ini-itu.
Suatu hari tante gue merhatiin si engkong bikin martabak. Nuang adonannya pelan-pelan sambil diratain hati-hati. Nyala apinya pun diliatin udah pas apa belum. Lalu naburin topping (ceilah topping cukk) juga hati-hati supaya rata dan jumlahnya pas. Tiba-tiba tante gue bilang,
"Si engkong bukan tukang martabak biasa. Dia keliatan tajir dan bikin martabak kayak hobi dan kecintaan dia, bukan cuma untuk uang. Sepertinya lebih pas kalo kita menilai dia sebagai seniman martabak."
Hem. Gue setuju dengan konsep itu.
Jadi, seniman itu bukan cuma pelukis, pemusik, pematung, pelakon, dan sejenisnya?
Sekarang bagi gue, bukan.
Tukang martabak, tukang makanan apapun, penulis, tukang bikin terompet tahun baru, tukang bikin sapu, atau apapun mereka, mereka juga seniman.
Selama mereka berkarya karena kecintaan dan passion mereka dengan sungguh-sungguh untuk dinikmati orang lain, dan selama uang bukan prioritas utama mereka tentunya, mereka semua seniman.
Jadi, kita seniman sejati atau sekedar penjaja karya?
:)
Banyak seniman di sekitar kita, menghargai karya mereka adalah menghargai seni dan prinsip penciptaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar